Thursday, February 8, 2007

SEMESTA RUHIYYAH (UNIVERSE OF SOULNESS)

by aulia agus iswar
Setiap manusia (khalifah) telah dianugerahi oleh Allah berupa potensi ruhiyyah atau kejiwaan. Anugerah ruhiyyah ini adalah anugerah yang paling fundamental, karena segala perilaku manusia dimotori olehnya. Di dalam ruhiyyah inilah ada potensi al qalbu yang kata Rasulullah adalah ”raja diri”. Jika al qalbu itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuh. Demikian juga dengan sebaliknya, kalau al qalbu itu rusak, maka rusaklah seluruh perilakunya. Berarti, jika ruhiyyahnya sehat dan basah, maka seluruh aktivitas dirinya akan sehat dan segar. Dan demikian juga sebaliknya, jika ruhiyyahnya sakit sakit dan kering, maka seluruh aktivitasnya akan sakit dan kerontang.
Ruh atau kejiwaan manusia setidak-tidaknya mencakup tiga hal, yaitu al basyar, an naas, dan al insan. Ketiga terminologi ini digunakan untuk menyebut kata ”manusia” di dalam al Quran dengan penekanan yang berbeda-beda sesuai dengan derajatnya.
Terminologi al basyar menyebut manusia sebagai pemilik unsur fisiologis atau biologis. Manusia tentunya memiliki kebutuhan-kebutuhan jasadi seperti makan, minum, kesehatan, dan kebutuhan biologis lainnya. Seorang khalifah pun harus memenuhi kebutuhan ini, karena ia membutuhkan ruh al basyar.
Terminologi an naas menyebut manusia sebagai pemilik unsur sosial. Manusia memiliki kebutuhan terhadap manusia-manusia yang lain. Hal ini disebabkan karena manusia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendirian. Khalifah tidak bisa membangun suatu peradaban sendirian. Di sinilah seorang khalifah membutuhkan ruh an naas itu.
Terminologi al insan menyebut manusia sebagai pemilik unsur psikologis atau spiritual. Manusia juga memiliki kebutuhan yang mendasar, yaitu pemenuhan terhadap kepuasan psikologis dan spiritual. Al insan juga menyebut manusia sebagai pemilik tanggung jawab dan amanah yang sangatlah berat. Di sinilah seorang khalifah membutuhkan ruh al insan itu.
Ada yang unik di sini, yaitu bahwa ruh al basyar, ruh al naas, dan ruh al insan memiliki sinergitas dengan teori hierarchy of needs yang dicetuskan oleh Abraham Maslow. Teori tersebut menyatakan bahwa motivasi manusia dalam kehidupannya diklasifikasikan dan diurutkan menjadi enam tingkatan hierarkis. Tingkatan yang pertama adalah physiological needs (kebutuhan fisiologis) seperti makan dan minum. Tingkatan kedua adalah safety needs (kebutuhan akan rasa aman) seperti perlindungan, rumah, dsb. Tingkatan ketiga adalah social needs (kebutuhan sosial) seperti berteman dan bersahabat dengan orang lain. Tingkatan keempat adalah self-esteem needs (kebutuhan akan harga diri) seperti butuh dihargai dan diperlakukan sebagaimana layaknya. Tingkat kelima adalah self-actualization needs (kebutuhan akan aktualisasi diri) seperti kebutuhan karier, pengembangan diri, mengaplikasikan potensi-potensi diri, dsb. Pada awalnya, Maslow hanya mencetuskan lima kebutuhan ini. Tapi perlu diketahui bahwa Maslow, setelah sekian waktu lamanya, mencetuskan bahwa ada kebutuhan keenam, yaitu spiritual needs (kebutuhan spiritual).
Jika dihubungkan, maka ruh al basyar adalah ruh yang mencakup kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman. Hubungan ini adalah hubungan ruh terendah (the lowest connection of soul). Kemudian ruh an naas adalah ruh yang mencakup kebutuhan sosial dan kebutuhan harga diri. Hubungan ini adalah hubungan ruh menengah (middle connection of soul). Dan sedangkan ruh al insan adalah ruh yang mencakup kebutuhan aktualisasi diri dan kebutuhan spiritual. Hubungan di sini adalah hubungan ruh tertinggi (the highest connection of soul).
Dengan ketiga hubungan di atas, maka kita dapat mengklasifikasikan manusia ke dalam tiga golongan. Golongan pertama adalah golongan manusia yang seluruh aktivitas hidupnya hanya difokuskan untuk melaksanakan hubungan pertama dan terendah tadi, yaitu seperti untuk makan, minum, kesehatan, rasa aman, dsb. Golongan kedua adalah golongan manusia yang seluruh aktivitas hidupnya, tanpa melupakan hubungan pertama, difokuskan untuk melaksanakan hubungan kedua, yaitu seperti rasa sosial, meraih penghargaan atas diri, dsb. Golongan ketiga adalah golongan manusia yang seluruh aktivitas hidupnya, tanpa melupakan hubungan kedua dan pertama, difokuskan untuk melaksanakan hubungan ketiga, yaitu seperti kebutuhan untuk mengaktualisasikan potensi diri (tarbiyyah, da’wah dan berharakah misalnya) dan kebutuhan spiritual (beribadah mahdhah, bermuhassabah, bermu’aqabah, bermuraqabatullah, misalnya).
Ketahuilah, seorang khalifah adalah seseorang yang berada pada golongan ketiga. Ia melaksanakan seluruh tingkatan dan hubungan itu dengan ruh al insan sebagai fokus utamanya. Allahu A’lam.

No comments: