Thursday, February 8, 2007

BINTANG YANG TENGGELAM DI BAHTERA

by aulia agus iswar
Kehidupan seorang anak manusia adalah suatu perjalanan yang senantiasa dihadang oleh berbagai pilihan: terus maju, diam di tempat atau malah mundur ke belakang. Kebahagiaan hidup adalah dengan melalui jalan yang penuh bertabur “bunga-bunga keabadian” di kanan-kirinya. Kemudian meninggalkan jalan yang telah dilaluinya menuju jalan lain yang telah menunggu terbentang di depan sana.
Inilah filosofi tarbiyyah. Kehidupan dunia akan terus berjalan seiring dengan berjalannya usia umat manusia dan semakin berevolusinya, secara materi, peradaban dunia. Pergolakan antara pengusung panji-panji kebenaran (tarbeeya; al bina’)dengan pengusung panji-panji kebathilan (untarbeeya; al hadm) adalah suatu hal yang abadi yang senantiasa menjiwai setiap perjalanan dunia. Bergolak, dunia terus bergerak! Manusia-manusia penghuni dunia pun akan senantiasa dihadapi oleh berbagai pilihan. Hanya ada dua pilihan; tidak ada pilihan lain : menjadi subjek penggerak atau menjadi objek yang digerakkan. Pilihan menjadi subjek penggerak adalah pilihan kebahagiaan, sama seperti pilihan untuk terus melalui jalan. Menjadi subjek penggerak membutuhkan implementasi sebagai konsekuensi logis dari idealismenya. Ia adalah jiwa yang berkata-kata. Ia adalah jiwa yang senantiasa berpikir dan merenung. Ia adalah jiwa yang senantiasa bergolak dalam segala gerak-geriknya. Ia adalah jiwa pembebas dan pemberontak. Karena memang ia dilahirkan dan dikeluarkan (QS 3:110,..ukhrijat..) kepada umat manusia untuk menjadi penggerak.
Ia tidak berdiam diri dengan segala keterbatasannya. Ia sangat yakin bahwa Rabbnya telah menganugerahkan potensi-potensi tersembunyi luar biasa dalam dirinya. Ia akan menjadi mulia dengan pemanfaatan potensi-potensi itu untuk kebenaran. Ia senantiasa bergerak dengan perbaikan diri. Ia ingin memunculkan segala potensinya yang terpendam di dalam ruang yang terkunci. Ia hanya bisa membukanya dengan kunci yang tepat. Kunci itulah tarbiyah. Yang akan senantiasa menjadikannya terus tumbuh bergerak menjadi baik dan terus menjadi baik. Sampai nanti ketika tiba saatnya ia menghadap Rabbnya; ia berada dalam keadaan terbaik (husnul khatimah) dari seluruh perjalanan hidupnya. Dan inilah tarbiyah itu!
Seorang penggerak adalah bagaikan penyeberang jalan atau orang asing yang sedang melintasi jalan. Tidak lama diam di tempat. Ia akan terus bergerak dengan cepat. Tingkat mobilitasnya tinggi. Ia senantiasa berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Seolah-olah ia tidak betah dengan tempatnya berdiri; tidak betah dengan dunia ini. Ia akan terus bergerak, terus bergolak, terus maju sampai ia dapatkan apa yang jadi tujuan tertingginya. Ia sadar betul ada jalan-jalan pintas (the highway) yang bisa dilaluinya. Selain itu ada juga jalan sangat pintas (the super highway) untuk sampai di tujuan tertingginya. Kisah seorang syaikh Nusantara di Saudi Arabia yang bermimpi melihat sejumlah pasukan pemuda yang berkuda tak terlalu digubrisnya.[1]
Ya, para penggerak itu adalah para pengibar panji di bukit yang tinggi menjulang. Yang perkasa, yang tidak mudah takluk dengan ancaman dan cemoohan. Yang berani terus menerobos jalan yang penuh dengan tantangan yang sebetulnya adalah “bunga-bunga keabadian”. Mereka adalah bintang. Tapi, mereka bukan bintang yang tenggelam di samudera yang luas. Mereka juga bukan seperti manusia yang tenggelam terhempas oleh gelombang samudera yang dahsyat. Mereka pun bukan seperti manusia yang hanya mau digerakkan oleh kebathilan dunia. Mereka juga bukan seperti manusia yang berdiam diri di tempat karena ragu dan bimbang. Melainkan, ia adalah seperti manusia yang tajam menatap “masa depan”; tegar menghadapi dahsyatnya gelombang; yang bergejolak jiwanya ketika secercah cahaya kemilau di depan sana memanggilnya. Ya, ia akan terus melaju menggapai secercah cahaya kemilau itu. Meninggalkan manusia yang hanya bisa menatapnya pergi karena terombang-ambing di keluasan samudera. Ia pergi melaju dengan bahtera, menaklukkan luasnya bentangan samudera. Hingga hanya horizon yang tampak di kejauhan sana. Ia tak tampak lagi oleh pandangan mata, karena ia adalah “Bintang yang Tenggelam di Bahtera”.
1 Terbetik kisah seorang syaikh Indonesia pada masa Pemilu 1999 lalu. Syaikh tersebut sedang berada di Saudi Arabia. Kampanye partai politik pun juga digelar di tanah suci itu. Hampir semua parpol Islam sudah “melamar” syaikh tersebut untuk turut bergabung, kecuali Partai Keadilan. Para utusan parpol itu mendistribusikan brosur-brosur. Tapi jawab syaikh tadi selalu “Saya mau istikharah dulu.” Setelah beberapa saat kemudian, syaikh tadi bermimpi. Dalam mimpinya, beliau memasuki sebuah restauran dan memesan makanan. Tapi, beliau langsung muak dan segera meninggalkan restauran tersebut setelah tahu apa yang dihidangkan. Ketika syaikh tersebut keluar dari restauran, beliau menyaksikan sepasukan pemuda berkuda di kejauhan. Ketika pasukan berhenti di sebuah kaki bukit, seorang pemuda dari mereka berlari ke atas bukit sambil membawa sebuah panji besar. Sesampainya di atas bukit ditancapkanlah panji besar itu dan berkibarmegahlah ia. Dari panji itu terlihat jelas sinar kemilau keemasan; dua buah bulan sabit saling membelakangi yang dipisahkan oleh sebuah garis lurus di tengahnya! Setelah beberapa hari kemudian, syaikh tadi melihat salah satu parpol Islam : “Lambang parpol itu mirip dengan lambang panji yang kulihat dalam mimpiku” kata beliau. Maka, yakinlah beliau bahwa parpol inilah yang seharusnya beliau pilih dan dukung (bersama para pengikutnya); Partai Keadilan! (Sumber : Bayanat Partai Keadilan)

No comments: